Saturday, December 24, 2005









ACEH

Akhirnya, impian selama hampir setahun tercapai juga. Mengunjungi serambi mekah, nanggroe aceh darussalam. 7 hari disana, melihat bekas keperkasaan air bah tsunami. Lahan yang dulu padat penduduk, kini hanya terlihat hamparan rumput dan ilalang. Tidak seperti setahun lalu, kini aceh sudah terlihat lebih baik. Jalan yang rusak sudah mulai diperbaiki. Rumah-rumah pun sudah mulai dibangun. Tapi sayangnya, masih banyak yang tinggal di tenda darurat. Bayangin, tinggal di tenda satu tahun lamanya. Tanpa sanitasi yang memadai. Tapi apa mau dikata, cuma itu satu-satunya fasilitas yang bisa mereka miliki.

Gue sempet mampir ke pantai Ulhe lee. Tempat itu dulunya kena tsunami cukup parah. Bekas-bekasnya masih terlihat, dari pondasi-pondasi rumah yang masih tertinggal. Cuma, pantainya itu indah banget. Disitu juga ada pelabuhan. Kita bisa menyebrang menuju Sabang, menuju titik nol. Cuma gue gak kesampaian kesana, mengingat liputan yang ditarget. it's ok.




Selanjutnya ke Lhok Nga. Gue emang paling seneng pergi ke pantai. Pantai Lhok Nga gak kalah indahnya. Pohon-pohon kelapa yang tersisa kini, adalah saksi mata gelombang tsunami yang menewaskan warga di sekitar pantai.

Gue juga sempet ke mesjid di Lampu'u. Mesjid itu adalah satu-satunya bangunan yang masih bertahan berdiri. Sementara bangunan-bangunan lainnya hancur tak bersisa. Gue sempatkan sholat dzuhur disana. Wah rasanya beda banget. Sholat di tempat saksi sejarah.

Kalo di Banda, kehidupan metropolitan udah keliatan. Ramai dengan wartawan baik dari dalam dan luar negeri, untuk mengabadikan satu tahun tsunami.

Liputan paling menarik, polisi syariah. Ikut patroli dimalam hari, cari orang yang lagi pacaran. Intinya berdua-dua an di tempat sunyi dengan bukan muhrim. Dapet banyak tuh malem itu. Tapi polisi dan tentara semua, dan agak-agak nyolot.

Image hosting by PhotobucketHehehehe pastinya, selama di sana gue pake jilbab. Udah pake jilbab aja, masih ditegor sama polisi syariah, katanya baju gue kurang panjang. Gimana ya reaksi dia kalo gue kesana dengan pakaian sehari-hari gue dijakarta?

Ada lagi, ada yang flirting-flirting gitu. Waduh jadi BT nih, BT dalam arti dualisme hehehehe

Tuesday, December 13, 2005

Pintu Lintasan Kereta Api

Image hosted by Photobucket.com

Neng..neng..neng. Begitulah bunyi di pintu lintasan, ketika kereta api lewat. Kendaraan lain, seperti mobil, motor, bajaj, metromini, dll, harus patuh menunggu sampai rangkaian gerbong ini lewat. Bunyinya? amat keras dan memekakkan telinga. Kalau tidak perlu-perlu amat, jangan coba dekat-dekat, apalagi iseng mencoba menghitung sampai berapa lama bunyi itu berakhir. Tapi beberapa bulan lalu, bunyi itu menghilang. Gantinya, ada suara perempuan. Isinya kalo gak salah menyuruh semua pengguna jalan agar hati-hati kalo kereta lewat. Dan yang paling gue inget banget si, dia bilang gini: Pintu lintasan kereta api ini bukan rambu lalu lintas, cuma sebagai alat bantu bagi pengguna jalan. Haaahhh cuma alat bantu. Jadi pintu itu sebenarnya tidak penting dong. Cuma sebagai alat bantu. Menurut gue, kalau namanya alat bantu, kalau tidak ada ya tidak apa-apa. Padahal pintu itulah satu-satunya tanda buat kita untuk menyebrang lintasan kereta. Tanda apakah akan ada kereta yang lewat atau tidak. Dan keselamatan kita bergantung pada pintu itu. Kesimpulannya